Gerakan Mengurangi Sampah Plastik Di Fakultas Hukum Unhas

Gerakan Mengurangi Sampah Plastik di Fakultas Hukum Unhas

Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., didampingi Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan Dr. Muh. Hasrul, S.H., M.H., serta dosen dan staf FH-UH bersama 488 mahasiswa baru Fakultas Hukum angkatan 2019 meluncurkan Gerakan Mengurangi Sampah Plastik di Baruga Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H., Fakultas Hukum Unhas Senin (12/8).


Salah satu cara yang bisa dilakukan ialah mengurangi pemakaian botol plastik dengan membawa botol minuman sendiri. Gerakan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran civitas akademika FH-UH dan masyarakat pada umumnya untuk membatasi penggunaan plastik kemasan khususnya dari botol air minum dan sedotan untuk mengurangi sampah plastik. Diharapkan gerakan ini menjadi momentum untuk seluruh elemen yang ada di Unhas dan dapat diikuti serta dipelopori para generasi muda sebagai agen perubahan. Anak muda generasi penerus, menjadikan tren yang keren dengan membawa kantong belanja atau tumbler. Gerakan ini pula menjadi kebijakan di Fakultas Hukum Unhas yang berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik dan bersama-sama lebih meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Setiap elemen yang terlibat akan memperoleh manfaat dengan mengurangi penggunaan sampah plastik. Sebagai bentuk peluncuran gerakan ini, seluruh mahasiswa baru FH-UH membawa tumbler dan poster berisikan pengurangan sampah plastik. Di kantin FH-UH juga sudah dilarang menjual minuman kemasan dan disediakan 15 dispenser isi ulang selama kegiatan penerimaan mahasiswa baru (P2KMB) tahun ini.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, pada tahun 2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton diantaranya terbuang dan mencemari laut. Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut diduga mencemari lautan. Data itu juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. China memimpin dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke laut sekitar 1,23-3,53 juta ton/tahun.


Berdasarkan laporan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada Presiden RI Joko Widodo, mengatakan jenis sampah yang dihasilkan didominasi oleh sampah organik yang mencapai sekitar 60 persen dan sampah plastik yang mencapai 15 persen. Indonesia akan menghasilkan sekitar 66-67 juta ton sampah pada tahun 2019. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan jumlah sampah per tahunnya yang mencapai 64 juta ton.


Berdasarkan data The World Bank tahun 2018, 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan sekitar 1, 27 juta ton dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik. Tidak berhenti sampai di situ, pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Saat ini, industri-industri minuman di Indonesia merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya paling pesat. Pada kuartal I-2019, pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2% secara tahunan (YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi. Banyak dari hasil akhir produk minuman menggunakan plastik sekali pakai sebagai packaging. Minuman-minuman tersebut dapat dengan mudah ditemui di berbagai gerai ritel, baik modern maupun tradisional. Pertumbuhan industri minuman yang sangat pesat tentu saja akan menghasilkan pertumbuhan jumlah sampah plastik yang semakin banyak. Terlebih saat ini kapasitas pengolahan limbah plastik masih terbilang minim.

Indonesia adalah salah satu pusat dari ekosistem laut dunia, perairan Indonesia merupakan rumah dari 76% spesies karang, hutan bakau, dan padang lamun. Berbagai spesies perikanan, tentu akan terganggu dengan adanya sampah plastik. Selain dampak lingkungan, sampah plastik juga berisiko menekan kegiatan perekonomian Indonesia. Sebab, berdasarkan buku saku Kementerian Pariwisata, sektor pariwisata RI menyumbang 9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2014. Adanya polusi perairan tentu saja akan berdampak pada penurunan kinerja pariwisata RI. Apalagi dunia internasional menilai daya tarik utama pariwisata Indonesia adalah di wilayah pesisir. Hal itu dibuktikan dari jumlah wisatawan asing yang mendarat di Bali mencapai 2,29 juta sepanjang Januari-Mei 2019 atau 62% dari total wisatawan yang datang melalui pintu udara.

Pemerintah menargetkan  jumlah sampah plastik di laut mampu berkurang 70% pada 2025. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan sampah plastik sulit didaur ulang oleh alam, terutama di laut. Laut adalah masa depan bangsa, Dia meminta masyarakat berkomitmen untuk tidak membuang sampah sembarangan, apalagi ke sungai, danau, dan laut. Sebab, untuk mewujudkan target Indonesia sebagai poros maritim dunia, sampah akan menjadi masalah krusial yang mesti ditangani.

Keselamatan Bumi harus tetap dijaga. Sebab, anak cucu kita di masa mendatang harus tetap hidup di Bumi yang bersih dan bebas dari sampah plastik.

 

http://www.fajarpendidikan.co.id/fakultas-hukum-unhas-luncurkan-gerakan-kurangi-sampah-plastik/

https://makassar.tribunnews.com/2019/08/12/fakultas-hukum-unhas-luncurkan-gerakan-kurangi-sampah-plastik

https://makassarmetro.com/2019/08/12/fakultas-hukum-unhas-luncurkan-gerakan-kurangi-sampah-plastik

https://gosulsel.com/2019/08/13/bersama-488-maba-fakultas-hukum-unhas-luncurkan-gerakan-kurangi-sampah-plastik/