Kuliah Umum Prof. Dr. Bagir Manan, S.h., Mcl. Kupas Tuntas Polemik Ruu Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Kuliah Umum Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL. Kupas Tuntas Polemik RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Rangkaian peringatan Dies Natalis ke 68, Fakultas Hukum Unhas menggelar Kuliah Umum “Kupas Tuntas Polemik RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja” menghadirkan narasumber Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL. yang merupakan Ketua Mahkamah Agung RI Tahun 2001 - 2008 dan Ketua Dewan Pers Indonesia Tahun 2013 - 2016. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (21/2) di Baruga Prof. Dr. Baharuddin Lopa S.H. FH-UH dan dihadiri oleh 300 peserta yang terdiri dari umum, mahasiswa prodi sarjana, magister dan doktor. Kuliah umum ini dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum.  dan dipandu oleh moderator Prof. Dr. Judhariksawan, S.H., M.H.


Penerapan Omnibus Law di Indonesia sebagai negara yang menganut sistem hukum civil law  (Eropa Kontinental) belum terlalu populer dan masih minim digunakan. Berbeda di negara lain yang menganut sistem common law, penerapan Omnibus Law telah lama eksis dan dikenal. Pada dasarnya penerapan konsep Omnibus Law akan membawa konsekuensi banyaknya penggantian dan/atau pencabutan materi hukum dalam berbagai undang-undang  yang saling berhubungan dalam sektor tertentu.


Omnibus Law ini merupakan gagasan besar dalam politik hukum tanah air yang memeberikan suatu harapan kemajuan dalam pembentukan undang-undang, tetapi para lembaga kekuasaan pembentuk undang-undang sepertinya masih kebingungan dalam melakukan proses harmonisasi, sinkronisasi dan pemantapan konsepsi utamanya dalam proses pembentukan dan materi muatannya. Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja atau yang terbaru diubah menjadi Cipta Kerja, terdapat beberapa pasal yang sangat bermasalah dalam materi muatannya, yang jika kita lihat akan memperparah keadaan bukan memberikan solusi.

Kepercayaan publik diuji secara tidak langsung, UU Cipta Kerja ini telah  dilakukan uji publik dan hasilnya adalah penolakan. Pada hakikatnya masyarakat tidaklah menolak Omnibus Law karena Omnibus Law ini adalah konsep yang tidak memberikan akibat hukum, tetapi yang masyarakat tolak adalah UU Cipta Kerja karena materi muatan yang terkandung di dalamnya dinilai tidak aspiratif dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat Indonesia. Paradigma pemerintah hanya melihat bagaimana investasi meningkat tetapi melupakan tugas utamanya adalah untuk memastikan rakyatnya hidup dalam keadaan bahagia. Proses legislasi yang terlihat nyata terjadi anasir-anasir politik dan ekonomi didalamnya yang akan berakibat pada kesengsaraan rakyat. Harapan besar pada tahapan proses sampai pengundangannya harus melibatkan lebih banyak pihak jangan seakan-akan pembahasannnya dilakukan secara tertutup sehingga mengundang kecurigaan yang berujung pada ketidakpercayaan.