Fakultas Hukum Unhas menggelar Guest Lecture dengan menghadirkan pembicara Dr. Nurul Hidayat Ab Rahman dari Fakulti Undang-Undang (FUU) Universiti Kebangsaan Malaysia yang berlangsung di Ruang Moot Court Dr. Harifin A. Tumpa, S.H., M.H. dengan mengangkat topik “Hukum Laut”. Kegiatan dibuka secara resmi oleh Dekan FH Unhas Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P. dan turut dihadiri oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Dr. Maskun, S.H., LL.M., Wakil Dekan Bidang Kemitraan, Riset, Inovasi dan Alumni Dr. Ratnawati, S.H., M.H., Ketua Prodi Sarjana Ilmu Hukum Dr. Muh. Ilham Arisaputra, S.H, M.Kn, Sekretaris Program Kelas Internasional Mutiah Wenda Juniar, S.H, LL.M. dan Abdul Munif Ashri, S.H, M.H. yang bertindak sebagai Moderator. Kuliah tamu ini diselenggarakan 2 hari pada 8 - 9 Oktober 2024.
Kuliah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang pentingnya hukum laut dalam konteks sengketa territorial yang kompleks di Laut China Selatan, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam penyelesaian konflik di wilayah tersebut. Laut China Selatan bukan hanya sebuah perairan strategis yang menghubungkan berbagai negara, tetapi juga kaya akan sumber daya alam, seperti minyak, gas, dan hasil perikanan. Wilayah ini menjadi titik temu jalur perdagangan internasional yang penting, sehingga banyak negara berusaha untuk mengklaim hak atas sumber daya yang ada dan membuatnya menjadi medan persaingan antara negara-negara yang mengklaim hak di wilayah ini. Sejarah klaim dan sengketa melibatkan negara-negara seperti China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Setiap negara memiliki klaim historis yang berbeda-beda, yang sering kali bertentangan satu sama lain. Klaim China yang dikenal sebagai "garis sembilan dash" telah menjadi sumber ketegangan, di mana China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan peta historis.
Salah satu fokus penting dalam kuliah ini adalah militarisasi wilayah tersebut yang tidak hanya melibatkan penguatan kehadiran militer China, tetapi juga respons dari negara-negara lain yang merasa terancam. Hal ini berpotensi menciptakan konflik berskala besar, jika tidak dikelola dengan baik. Meskipun terdapat ketegangan, upaya diplomatik untuk menyelesaikan sengketa ini tetap berlangsung. Organisasi internasional dan forum regional seperti ASEAN telah berusaha memfasilitasi dialog antara negara-negara yang bersengketa. Selain itu, tantangan hukum melalui pengadilan internasional juga menjadi opsi, meskipun hasilnya sering kali tidak dapat diterima oleh semua pihak.
Kuliah ini juga menekankan pentingnya hukum laut sebagai kerangka hukum yang mengatur yurisdiksi geografis negara pesisir. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) menjadi acuan utama dalam menetapkan hak dan kewajiban negara dalam penggunaan dan pelestarian lingkungan laut. Memahami UNCLOS sangat penting untuk menilai klaim teritorial yang dilakukan oleh berbagai negara, serta untuk merumuskan solusi yang adil dan berkelanjutan. Penyelesaian yang damai dan berbasis hukum harus menjadi prioritas utama, mengingat dampak luas dari konflik ini tidak hanya akan dirasakan oleh negara-negara yang terlibat, tetapi juga oleh komunitas internasional secara keseluruhan.
Pada hari kedua, fokus kuliah umum beralih ke pemahaman tentang komponen utama dari UNCLOS, serta implikasi dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya. UNCLOS menyediakan mekanisme untuk penyelesaian damai sengketa yang berkaitan dengan interpretasi dan penerapan ketentuannya, yang sangat penting untuk menghindari konflik atas batas maritim dan sumber daya. Mekanisme yang ada dalam UNCLOS membantu negara-negara yang bersengketa untuk melakukan negosiasi secara damai, mengurangi potensi konfrontasi militer. Dalam sesi ini, dibahas bagaimana prosedur arbitrasi dan mediasi dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa batas maritim, sehingga mendorong dialog yang konstruktif.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam implementasi UNCLOS adalah munculnya sengketa akibat klaim tumpang tindih atas area landas kontinen. Negara-negara sering kali mengklaim wilayah yang sama, yang memicu konflik geopolitik. Penting untuk merumuskan peta batas yang jelas dan mengakui hak-hak masing-masing negara untuk mengurangi ketegangan. UNCLOS memberikan hak kepada negara pesisir untuk menjelajahi dan memanfaatkan sumber daya alam di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen mereka. Namun, tantangan dalam pengelolaan yang berkelanjutan tetap ada. Perlunya kolaborasi internasional untuk memastikan bahwa eksploitasi sumber daya dilakukan dengan cara yang tidak merusak lingkungan laut dan mempertimbangkan kepentingan negara lain.
Pembahasan diakhiri dengan diskusi mengenai pentingnya memahami UNCLOS dalam konteks hukum internasional dan bagaimana mekanisme yang ada dapat digunakan untuk mendorong penyelesaian konflik secara damai. Penekanan pada pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dan pengakuan terhadap hak-hak negara lain menjadi kunci dalam menjaga stabilitas di wilayah yang rawan sengketa ini.