Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-73, Fakultas Hukum Unhas melalui Tim Pengabdian kepada Masyarakat bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pinrang menyelenggarakan kegiatan penyuluhan hukum pertanahan bertajuk “Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)”. Kegiatan ini berlangsung pada Senin (21/4) di Kelurahan Langnga, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang dan dihadiri oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, serta warga setempat.
Acara dibuka secara resmi oleh Lurah Langnga Syukur, S.IP., yang dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas inisiatif akademik dan pemerintah dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terkait hukum pertanahan. Ia berharap kegiatan ini menjadi langkah awal dalam mempercepat proses sertifikasi tanah di wilayahnya sekaligus meminimalisasi konflik agraria.
Kepala BPN Kabupaten Pinrang Andi Surya Barata, S.H., QRMP., membuka sesi penyampaian materi dengan memaparkan konsep dasar PTSL sebagai program nasional strategis yang bertujuan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi seluruh warga. Ia menjelaskan bahwa PTSL mencakup pendaftaran tanah secara menyeluruh di satu wilayah administratif, yang mencakup tanah milik perorangan, instansi, dan lembaga. Melalui PTSL, masyarakat tidak hanya memperoleh sertifikat tanah, tetapi juga akses terhadap kepastian hukum, kemudahan transaksi, dan perlindungan dari konflik pertanahan. Ia juga mengenalkan penggunaan aplikasi “Sentuh Tanahku” sebagai inovasi digital BPN dalam mempermudah akses informasi pertanahan, sekaligus meningkatkan transparansi dan keamanan data di era digital.
Materi kedua disampaikan oleh Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tahbang) Polres Pinrang Ipda Ahmad Syahril, S.H., yang menyoroti potensi pelanggaran hukum dalam proses PTSL. Ia mengingatkan masyarakat agar berhati-hati terhadap praktik pemalsuan dokumen, manipulasi data tanah, dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat desa atau kelurahan. Fenomena seperti gadai sawah tanpa validasi atau penerbitan surat tanah ganda dapat memicu konflik antarwarga dan berujung pada proses hukum pidana. Masyarakat perlu aktif mengawasi dan melaporkan setiap indikasi penyimpangan.
Isu transparansi biaya menjadi fokus dalam penyampaian materi oleh Kasi Intel Kejaksaan Negeri Pinrang Fauzan Eka Prasetia, S.H., M.H. Ia menegaskan bahwa berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, biaya maksimal PTSL yang diperbolehkan adalah sebesar Rp250.000. Setiap pungutan melebihi batas ini tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Tidak boleh ada pungutan liar dengan dalih operasional. Keterlibatan aparat hukum sangat penting untuk memastikan program nasional ini berjalan bersih dan kredibel, sembari mengajak warga untuk melaporkan jika menemukan praktik pungli di lapangan.
Dosen FH Unhas, Ismail Alrip, S.H., M.Kn., menutup sesi penyuluhan dengan membahas peran pemerintah daerah, khususnya kelurahan dan desa, dalam mendukung suksesnya program PTSL. Ia menjelaskan bahwa pemerintah tingkat lokal berperan penting dalam pemetaan bidang tanah, verifikasi berkas, menyelesaikan sengketa lokal, dan melakukan edukasi kepada masyarakat. Namun, ia juga menyoroti tantangan besar dalam pelaksanaan program ini, seperti masih rendahnya literasi hukum masyarakat tentang pentingnya sertifikasi tanah serta tingginya potensi konflik agraria akibat tumpang tindih klaim. Upaya pendaftaran tanah harus dibarengi dengan edukasi dan mediasi yang berkelanjutan, karena legalitas tidak hanya bergantung pada administrasi, tetapi juga pada penerimaan sosial atas klaim kepemilikan.