Departemen Hukum Tata Negara (HTN) bersama Pusat Kajian dan Penelitian Mahasiswa (PUSAKA) HTN Fakultas Hukum Unhas kembali menyelenggarakan program rutin Bina Desa berbasis ketatanegaraan bertajuk PUSAKA MODERN V. Kegiatan ini berlangsung pada Senin (28/4) di Kantor Desa Biringngala, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mengusung tema “Bijak dalam Memilih Masa Depan: Hukum dan Risiko Pernikahan Dini”, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan literasi hukum masyarakat desa, khususnya mengenai dampak hukum dan sosial dari praktik pernikahan anak.
Sebanyak 47 peserta dari berbagai kalangan, termasuk aparat desa, remaja, dan orang tua, turut hadir dalam kegiatan ini. Acara dibuka langsung oleh Kepala Desa Biringngala, Muh. Anwar, yang menyambut baik kehadiran tim dari Fakultas Hukum Unhas. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi yang mendalam atas inisiatif edukatif ini dan berharap kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut sebagai upaya membangun kesadaran hukum di tingkat akar rumput. Ini menjadi kesempatan berharga bagi masyarakat untuk lebih memahami isu-isu hukum yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Hadir pula dalam kegiatan ini, Wakil Dekan Bidang Kemitraan, Riset, Inovasi, dan Alumni FH Unhas Dr. Ratnawati, S.H., M.H., yang juga bertindak sebagai pemateri. Dalam pemaparannya, ia membahas secara komprehensif berbagai risiko yang ditimbulkan dari praktik pernikahan di bawah umur dari perspektif hukum dan hak asasi manusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, batas minimal usia perkawinan bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Batas ini ditetapkan demi melindungi anak dari risiko fisik, psikologis, dan sosial yang berat akibat perkawinan yang terlalu dini. Ia menekankan bahwa pernikahan anak sering kali berujung pada berbagai dampak negatif, seperti putus sekolah, risiko kesehatan reproduksi, meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga, hingga eksploitasi anak yang mengarah pada pelanggaran HAM. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan secara komprehensif melalui pendidikan nilai di dalam keluarga, sosialisasi hukum yang berkelanjutan, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku eksploitasi.
Sekretaris Departemen HTN Ekawati Merdekawati Djafar, S.H., M.H., turut menyampaikan apresiasinya terhadap keterbukaan Desa Biringngala dalam menjalin kemitraan. Ia menekankan bahwa kegiatan seperti ini tidak hanya bersifat edukatif tetapi juga merupakan bentuk kontribusi nyata institusi pendidikan dalam membangun kesadaran hukum masyarakat pedesaan. Kesadaran hukum masyarakat tidak bisa dibentuk hanya di ruang kelas atau melalui media sosial, tapi juga harus menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Kami berharap kegiatan ini menjadi wadah dialog dan pembelajaran dua arah antara akademisi dan warga.