Kuliah Umum Wakil Ketua Kpk Ri Di Fakultas Hukum Unhas

Kuliah Umum Wakil Ketua KPK RI di Fakultas Hukum Unhas

Wakil Ketua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi RI Dr. Johanis Tanak, S.H., M.H. memberikan Kuliah Umum di Baruga Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H. Fakultas Hukum Unhas pada Jumat (9/5) dengan mengangkat tema “Unggul untuk Indonesia Maju, Sinergi Menuju Indonesia Emas”. Acara dibuka secara resmi oleh Dekan FH Unhas Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P. serta dipandu Dr. Kadarudin, S.H., M.H., CLA. sebagai Moderator.

Dalam pemaparannya, Dr. Johanis Tanak menekankan bahwa pemberantasan korupsi bukanlah tugas tunggal lembaga seperti KPK, tetapi memerlukan sinergi menyeluruh dari seluruh elemen bangsa, mulai dari lembaga pemerintahan, aparat penegak hukum, akademisi, hingga masyarakat sipil. Korupsi bukan hanya kejahatan luar biasa yang merugikan keuangan negara, tapi juga mencederai kepercayaan publik, merusak pelayanan publik, serta memperburuk citra Indonesia di mata internasional.

Ia menyoroti bahwa kerugian akibat korupsi tidak bersifat langsung semata, tetapi berdampak sistemik terhadap kualitas tata kelola pemerintahan, iklim investasi, hingga stabilitas ekonomi nasional. Lebih jauh, Johanis Tanak menggarisbawahi pentingnya integritas dalam setiap lini penegakan hukum dan administrasi publik. Menurutnya, penegakan hukum yang kuat harus didasari oleh nilai tanggung jawab, kejujuran, dan kepemimpinan moral. Penegakan hukum yang lemah tanpa integritas hanya akan memperkuat ketimpangan dan ketidakadilan.

Kuliah umum ini juga menjadi ruang refleksi bagi para mahasiswa dan dosen untuk memahami posisi strategis KPK sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam perkara korupsi. Salah satu poin penting dalam diskusi adalah tantangan dalam penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi. Diskusi menyoroti urgensi penguatan regulasi melalui Peraturan Presiden (Perpres) guna memberikan dasar hukum yang jelas dan kuat dalam pelaksanaan penyitaan aset. Ia juga menjelaskan konsep pembuktian terbalik, yaitu mekanisme di mana tersangka korupsi diwajibkan membuktikan bahwa aset yang dimilikinya bukan berasal dari tindak pidana. Meskipun konsep ini telah dikenal dalam hukum Indonesia, implementasinya dinilai masih lemah karena belum didukung secara optimal oleh regulasi pelaksana. Diskusi berjalan interaktif dengan berbagai pertanyaan terkait efektivitas kerja KPK, perlindungan terhadap whistleblower, hingga strategi pencegahan korupsi di sektor pendidikan dan pemerintahan daerah.