Fakultas Hukum Unhas bekerja sama dengan Komite II DPD RI menyelenggarakan FGD Penelitian Empirik dalam rangka Penyusunan Naskah Akademik RUU Material Maju yang berlangsung di Ruang Promosi Doktor FH Unhas pada Senin (16/6). Kegiatan dibuka secara resmi oleh Dekan FH Unhas Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P. Turut hadir Wakil Ketua Komite II DPD RI A. Abd waris Halid, S.S, M.M., Tim Ahli RUU Material Maju Ir. Resvani, M.B.A., Prof. Dr. Eng. Ir. Sri Harjanto dan Koesnohadi M.Eng., Asisten Deputi Pengembangan Minerba Kemenko Perekonomian Dr. Ing. Herry Permana, S.T., M.Sc., Kepala Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara Tekmira Dirjen Minerba KESDM Ir. Yose Rizal, S.T., M.Si., Kepala Balai Besar dan Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Logam dan Mesin Kementerian Perindustrian Dr. Gunawan, S.Si., M.Eng., Kepala dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan Andi Eka Prasetia, S.Sos., M.M., dan Corporate Legal MIND ID Sam Samid. Hadir sebagai Narasumber yakni Wakil Rektor Bidang Kemitraan, Inovasi, Kewirausahaan dan Bisnis Unhas yang juga Guru Besar Fakultas Teknik Prof. Dr. Eng. Ir. Adi Maulana, S.T, M.Phil., Guru Besar FH Unhas Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H., dan Ketua Departemen Teknik Mesin FT Unhas Dr. Muhamad Syahid, S.T., M.T. Diskusi dipandu oleh Dosen FH Unhas Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H.
Kegiatan ini menegaskan urgensi kesiapan regulasi terkait mineral maju sebagai salah satu kunci pengembangan industri strategis Indonesia. Dalam sambutannya, Dekan FH Unhas menyoroti berbagai tantangan dalam merumuskan regulasi mineral canggih, termasuk permasalahan sistem hukum yang tumpang tindih dan minimnya koordinasi lintas sektor. Ia mengingatkan pentingnya ketelitian dan akurasi dalam pembuatan regulasi, serta perlunya partisipasi luas dari berbagai pihak untuk mencapai regulasi yang efektif dan komprehensif.
Dalam sesi legislasi, diskusi membahas pentingnya kerangka hukum yang jelas dan harmonis untuk mineral kritis dan strategis, dengan fokus pada transparansi, kontrol negara, dan perlindungan kepentingan nasional terhadap investasi asing. Rekomendasi disampaikan agar DPD RI segera menyelesaikan RUU dengan klasifikasi dan tata kelola mineral kritis yang tepat. Para narasumber juga menyoroti kebutuhan hukum payung yang mendukung riset dan kerja sama antar lembaga, serta praktik pengelolaan sumber daya mineral yang berkelanjutan. Upaya penelitian dan pengembangan berkelanjutan pada bahan canggih, termasuk aplikasi di sektor pertahanan, otomotif, dan medis, turut dibahas sebagai kunci keberhasilan pengembangan industri ini.
Diskusi ditutup dengan penegasan perlunya harmonisasi regulasi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Kementerian Perindustrian, serta dorongan terhadap kolaborasi lebih lanjut untuk menyempurnakan RUU Mineral Tingkat Lanjut. Para peserta berharap regulasi baru ini akan memperkuat investasi dan inovasi di sektor material maju, sekaligus mendukung pertumbuhan industri manufaktur nasional secara berkelanjutan.