Penyuluhan Hukum Pencegahan Perkawinan Dini Dan Perlindungan Anak Di Takalar

penyuluhan hukum pencegahan perkawinan dini dan perlindungan anak di takalar

Tim Pengabdian Program Kemitraan Masyarakat Unhas (PPKM-Unhas) menggelar Penyuluhan Hukum Pencegahan Perkawinan Dini dan Perlindungan Hak-Hak Anak di Kantor Lurah Palleko Kec. Polongbangkeng Utara Kab. Takalar pada Rabu (4/8). Kegiatan ini menghadirkan Narasumber Akademisi Fakultas Hukum Unhas Andi Kurniawati, S.H., M.H. dan Lurah Palleko A. Adhyatma, S.STP. serta dihadiri oleh 30 orang peserta penyuluhan yang terdiri atas masyarakat, perwakilan Organisasi Karang Taruna dan para Pegawai Kantor Kelurahan Palleko. Tim PPKM-UH ini diketuai oleh Dr. Wiwie Heriyani, S.H., M.H.

Penyuluhan ini membahas bagaimana perspektif hukum dalam melakukan pencegahan terhadap perkawinan anak usia sekolah sebagai bagian perlindungan terhadap hak-hak asasi anak yang dilindungi oleh ketentuan konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan-undangan terkait. Juga membahas peran Pemerintah Daerah menghadirkan Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten Takalar terkhusus Kelurahan Palleko. Tema penyuluhan hukum ini dipilih karena melansir data Badan Pusat Statistik tahun 2020, merilis Provinsi Sulawesi Selatan termasuk salah satu provinsi dengan angka Proporsi perempuan umur 20-24 berstatus kawin sebelum umur 18 tahun di atas angka standar nasional 10, 82%, walaupun angka yang diperoleh Sulsel mengalami penurunan jika dibandingkan tahun yang lalu 14, 1 % menjadi 12, 1 % bahwa kasus perkawinan anak usia sekolah di Sulsel masih saja mengkhawatirkan. Selain itu diketahui melalui media berita bahwa tahun 2019 di kecamatan ini viral terjadinya perkawinan antara sesama anak usia sekolah.

Akademisi Unhas, Andi Kurniawati mengemukakan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 sebagai perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka syarat materil terkhusus aturan mengenai batas minimal umur calon mempelai baik laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun adalah langkah pembuat undang-undang yang patut diapresiasi. Jika pada UU sebelumnya batasan umur calon mempelai wanita dan Pria, yakni 16 tahun dan 19 tahun.

Perubahan UU Perkawinan sejalan dengan pengertian Anak dalam UU No. 32 Tahun 2014 Jo UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak, yaitu seseorang yang belum berusia 18 tahun. Batas umur ini penting bahwa pada usia tersebut setiap calon mempelai sudah memiliki kecukupan dan kematangan jiwa, pikiran lahir dan batin. Perlunya pemerintah dan pengambil kebijakan dalam pencegahan dan penanggulangan terhadap kasus perkawinan anak yang masih sering terjadi dikarenakan Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan potensi demografis penduduk usia produktif menyongsong 100 Tahun Indonesia di tahun 2045.  Tentu saja selain itu berbagai implikasi negatif yang akan ditimbulkan dari berlangsungnya perkawinan anak usia sekolah dapat terjadi kepada pelaku dan akibat perkawinan.

Hasil riset menunjukkan bahwa perempuan rentan terhadap berbagai risiko kesehatan, terjadinya putus sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, dan akibat perkawinan tersebut terhadap anak-anaknya serta juga berkaitan secara langsung dan tidak langsung dengan terjadinya perceraian. Sedangkan hakikat perkawinan bertujuan untuk melanggengkan ikatan lahir dan batin suami istri untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan harmonis. Dijelaskan pula jaminan konstitusi terhadap Hak Asasi anak, yakni atas kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang, hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, termasuk mendapatkan Pendidikan dan pengajaran di satuan Pendidikan. Pemenuhan hak-hak anak tersebut menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah. Tidak bisa dipungkiri upaya-upaya penerapan dan perlindungan hak anak sering terbentur berbagai faktor terutama dalam hal mencegah terjadinya perkawinan anak usia sekolah, dimana terkadang memiliki pemahaman dan budaya dalam mendidik anak-anaknya.

Dalam penyuluhan berlangsung diskusi dari peserta penyuluhan yang berpendapat tentang budaya yang berlaku di “orang Makassar” bahwa ketika anak-anak gadisnya telah didapati dan terlihat oleh khalayak umum dan keluarga telah bergaul, seperti dijemput atau berkendara bersama lawan jenisnya menjadi hal yang tabu dan tak layak sehingga tanpa berlama-lama akan meminta anak gadisnya untuk dinikahkan kepada teman sepergaulannya. Selain itu hambatan lain juga dilontarkan peserta penyuluhan Ibu Rachmawati bahwa saat ini sangat sulit untuk menjaga dan mengawasi anak dalam penggunaan ponsel dan bermedia sosial. Sebagaimana diatur pula dalam ketentuan undang-undang bahwa peran untuk tidak melakukan dan mencegah perkawinan anak usia sekolah merupakan keterlibatan pula dari lingkup terkecil seperti keluarga inti (orang tua), sosial dan pemerintah. Pentingnya penanaman nilai-nilai agama, moral dan sosial kepada anak-anak termasuk menghadirkan orang tua tidak hanya sebagai ayah atau Ibu tetapi bisa fleksibel pula sebagai sahabat karib anaknya sehingga anak-anak dapat lebih terbuka menempatkan diri juga sebagai teman curhat, teman untuk berbagi keluh kesah dan Bahagia si anak dengan begitu akan mudah untuk memberi batasan-batas dan melakukan pengawasan terhadap anak. Saat ini memang peran orang tua menjadi dua kali lipat karena juga sebagai guru dalam hal pengajaran online oleh karena pandemic masih berlangsung. Sehingga ini pun bisa menjadi jembatan untuk lebih mendekatkan hubungan orang tua dengan anaknya. Selain itu peran lingkup sosial juga tak kalah penting bagaimana menciptakan lingkungan sosial yang baik bagi anak di lingkup ini peranan masyarakat, pemerintah daerah, dan satuan Pendidikan mengambil peran pula tahap ini. Jika melihat kebijakan kementerian Pendidikan selain mewajibkan wajib belajar hingga Pendidikan Sekolah menengah terdapat pula kebijakan agar setiap Pendidikan memasukkan pemahaman tentang penumbuhan budi pekerti dalam proses belajar mengajar baik dalam kurikulum intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler, termasuk pula menghadirkan “lingkungan sekolah sehat”.

Lurah Palleko menjelaskan bahwa sebagaimana amanah ketentuan undang-undang berbagai kebijakan pemerintah pusat dan daerah terus disinergikan serta didukung oleh pemerintah lingkup kecamatan dan kelurahan. Dillaksanakan guna memberikan pemenuhan dan perlindungan terhadap hak anak-anak dan perempuan, seperti bagi perempuan dan orang tua mendukung kegiatan majelis talim dan pengajian yang rutin dilakukan dalam lingkungan Kelurahan Palleko, kemudian menyediakan akses pendidikan kepada setiap anak usia sekolah dan memastikan agar wajib belajar bagi anak usia sekolah hingga Sekolah Menengah Atas, seperti di Palleko mendirikan Sekolah PAUD, TK, SD hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama.  Selain itu mengaktifkan organisasi kepemudaan setempat dan melibatkan anak-anak muda dalam menyukseskan program pemerintah daerah, termasuk dalam rangka menekan angka penyebaran covid-19. Wadah organisasi pemuda diminta untuk aktif dalam mendata dan mensosialisasikan pencegahan penyakit Covid-19 melalui penggunaan protokol kesehatan. Kelurahan Palleko juga menjalankan kegiatan kewirausahaan bagi pemuda dan masyarakat hanya ini juga sedikit terhambat pelaksanaannya oleh karena pemberlakuan pembatasan kegiatan oleh pemerintah. Tetapi pemerintah setempat berkomitmen untuk terus mendukung dan membantu realisasi dari program Pemda Kabupaten Takalar dalam menghadirkan Kabupaten/Kota Layak Anak melalui program Kecamatan Layak Anak, Desa Layak Anak, Sekolah Ramah Anak SD dan SMP, di LPKA, P2TP2A, Puskesmas Ramah Anak, Ruang Bermain Ramah Anak.