Kunjungan Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Dan Japan International Cooperation Agency (jica) Ke Fakultas Hukum Unhas

Kunjungan Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham dan Japan International Cooperation Agency (JICA) ke Fakultas Hukum Unhas

Fakultas Hukum Unhas menerima kunjungan Kementerian Hukum dan HAM RI dan Japan International Coorperation Agency (JICA) dan diterima secara resmi oleh Dekan FH Unhas Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P. di ruang Video Conference FH Unhas pada Kamis (2/2). Dari Kementerian Hukum dan HAM hadir Koordinator Standarisasi dan Bimbingan Perancangan Andriana Krisnawati, S.H., M.H, Sub-koordinator kerjasama Desi Khairani, JFU Kerjasama M. Binarlal, JFU Kerjasama Rengganis Nurmalasari, Penyusun Informasi Hukum Partika Novianti, S.Si., serta perwakilan Kanwil Sulsel Andi Haris. Dari JICA hadir Hiromi Oikawa, Yukiko Mazawa, Prita Novianti, dan Kazuyo Suda. Hadir mendampingi Dekan yakni Wakil Dekan Bid. Kemitraan, Riset dan Inovasi Dr. Ratnawati, S.H., M.H beserta Tim Kerja Sama FH Unhas.

Kunjungan ini membahas beberapa tentang polemik dalam pembentukan peraturan di Indonesia, seperti ego sectoral kelembagaan, ketersediaan perubahan dari peraturan, substansi aturan hingga moralitas. Kunjungan ini diharapkan mendapatkan temuan berupa masalah-masalah dalam perundang-undangan terkhusus kompetensi perancang. JICA telah mengunjungi beberapa kampus sebelumnya dan menemukan masukan inkonsistensi pada perancangan perundang-undangan. Beberapa hal yang menjadi penyebab inskonsistensi, pertama kompetensi para pembentuknya. Jika berbicara tentang anggota dewan sebagai pembuat undang-undang, maka kompetensi menjadi persoalan. Untuk substansi, tantangan perundang-undang yang “tertulis” akan diperhadapkan dengan perkembangan teknologi, disrupsi, hingga 4.0 dapat melahirkan perilaku. Sehingga pembuat perundang-undangan harus mampu beradaptasi. Pada sisi yang lain, banyaknya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang dibuat, proses yang panjang, dan penganggaran akan menjadi problem yang besar. Begitupula dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Jadi, inkonsistensi perundang-undangan berujung pada political will, moralistas.

FH Unhas memiliki Pusat Perancang Perundang-Undang bernama Centre of Empowering Legislative Drafting Studies. Dekan menyampaikan bahwa kedepannya, anggota dewan sebagai pembuat Undang-Undang tidak berstandar Sekolah Menengah Atas, tetapi sarjanawan. FH Unhas sedang merancang program Pendidikan Politik seperti double degree atau kewajiban mengikuti Lemhanas. Mengenai kelembagaan, diperlukan tenaga fungsional yang bekerja untuk perancangan undang-undang.